Beranda | Artikel
Urgensi Pendidikan Seksual Untuk Remaja
22 jam lalu

Urgensi Pendidikan Seksual Untuk Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual Untuk Anak Dan Remaja Dalam Islam). Kajian ini disampaikan pada Selasa, 20 Jumadil Awal 1447 H / 11 November 2025 M.

Kajian Tentang Urgensi Pendidikan Seksual Untuk Remaja

Tidak sedikit orang tua yang beranggapan bahwa memberikan materi ini kepada anak sama artinya dengan mengajarkan mereka hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas seksual. Akhirnya, mereka enggan membicarakannya dengan anak, atau membiarkan anak mencari tahu sendiri ketika sudah beranjak remaja.

Anggapan tersebut merupakan kesalahpahaman. Tarbiyah jinsiyyah sebenarnya adalah pengenalan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana Islam memandang. Islam adalah agama fitrah yang membawa manusia kembali kepada fitrah yang sesungguhnya. Ada fitrah atau kodrat laki-laki dan ada kodrat perempuan yang masing-masing berbeda. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ…

“Dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 36)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa harus ada pembedaan antara keduanya. Masing-masing, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengetahui perkara-perkara yang membedakan mereka dengan lawan jenis agar dapat berjalan di atas fitrah yang sesungguhnya.

Ancaman dan Tanggung Jawab Pendidikan

Ada ancaman bahwa setan berusaha untuk mengubah fitrah Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu dengan mengeluarkan manusia dari fitrah melalui berbagai macam cara. Oleh karena itu, sebagai kaum muslimin, perlu kembali kepada aturan Ilahi agar mengerti bagaimana bersikap dan berlaku sebagai pria maupun wanita yang sejati.

Banyak orang tua merasa pembahasan ini tidak perlu dan membiarkan anak mencari tahu sendiri. Masalahnya, di sekolah pun materi ini kadang tidak didapatkan karena guru menganggapnya sebagai perkara yang sangat privat, yang merupakan domain orang tua. Guru beranggapan anak sudah mendapatkannya di rumah, padahal di rumah pun anak tidak mendapatkannya. Akibatnya, anak mencari informasi sendiri atau tidak terbimbing kepada yang seharusnya atau yang benar dalam bab ini, dan hal ini berbahaya.

Pendidikan seksual ini diberikan sesuai dengan tahapan usia anak, berbeda antara anak yang belum baligh, yang sudah baligh, dan yang menuju kematangan (pradewasa). Cara penyampaian dan pemberian pelajaran berbeda-beda, dengan tetap memperhatikan adab, kepantasan, dan kesopanan.

Manfaat Tarbiyah Jinsiyyah

Apabila pendidikan ini diberikan dengan cara yang benar menurut tuntunan Islam, akan membuahkan hasil dan manfaat yang sangat banyak. Di antaranya adalah:

Pertama, Membuat Anak Bersyukur

Anak akan lebih mengenal seluk-beluk tentang dirinya, dan ini akan membuatnya semakin menghargai dirinya. Sehingga anak dapat merasakan besarnya anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa tubuh dan jasmani yang sehat dan normal. Anugerah ini harus disyukuri dengan cara merawat, menjaganya agar tetap di atas fitrah, dan menjauhkannya dari segala perkara yang tidak diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagai contoh, orang-orang yang mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dari hal kecil hingga besar, berarti mengikuti hasutan setan. Setan memang salah satu upayanya terhadap Bani Adam adalah menghasut mereka agar mengubah-ubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah ‘Azza wa Jalla mengabadikan ucapan setan:

…وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ…

“dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 119)

Seorang anak yang mengenali hal ini akan menghargai ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya, yang patut dijaga dan disyukuri, sehingga tidak ada pikiran aneh seperti menjadi transgender (mengubah jenis kelamin), meskipun hal itu difasilitasi atau dilegalkan. Tindakan tersebut merupakan salah satu tipu daya dan langkah-langkah setan untuk merusak anak Adam.

Kedua, Mengenali Kodrat Penciptaan

Manfaat kedua dari tarbiyah jinsiyyah adalah anak diharapkan dapat memahami kodrat penciptaan laki-laki dan perempuan dengan keistimewaannya masing-masing. Laki-laki tidak sama dengan perempuan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ…

“Dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 36)

Dari berbagai sisi, syariat membedakan keduanya, misalnya dalam hal batasan aurat, pakaian, serta perilaku dan tingkah laku. Islam menetapkan aturan untuk menjaga hubungan dan memberikan batas-batas dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, diharamkan terlibat dalam ikhtilat (percampurbauran) antara laki-laki dan perempuan. Terdapat pula beberapa hukum syariat yang memang dibedakan antara keduanya.

Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan manusia berpasang-pasangan untuk menyempurnakan nikmat atas mereka dan untuk saling melengkapi. Ada sifat atau hal yang ada pada pria yang tidak ada pada wanita, dan sebaliknya. Syariat mempertemukan keduanya melalui akad yang suci dan sakral, yaitu nikah, supaya mereka bisa saling melengkapi. Keduanya diibaratkan pakaian yang saling menutupi, memberikan kehangatan, dan menjadi perhiasan. Laki-laki membutuhkan kehadiran wanita, demikian pula sebaliknya. Mereka hidup saling melengkapi satu sama lainnya untuk meraih maslahat dunia maupun akhirat bersama-sama.

Ketiga, Kesiapan Memasuki Usia Pubertas

Manfaat ketiga adalah dengan bimbingan orang tua dan para pendidik dalam masalah ini, anak diharapkan memiliki kesiapan untuk memasuki usia pubertas. Pubertas adalah perubahan-perubahan besar yang terjadi pada diri manusia.

Pada anak laki-laki, hal ini ditandai dengan mimpi basah, sementara pada anak perempuan ditandai dengan mengalami haid. Seiring dengan itu, terjadi perubahan fisik dan emosional lainnya, seperti pada anak laki-laki yang mulai nampak jakunnya, suaranya berubah, dan mulai muncul bulu-bulu pada wajah. Semua tanda ini menunjukkan bahwa tubuh sedang menuju kematangan.

Banyak anak yang tidak siap dengan perubahan-perubahan tersebut. Mereka mungkin merasa aneh atau risih karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Demikian pula anak-anak perempuan. Jika tidak tahu-menahu tentang hal itu sama sekali, mungkin akan timbul perasaan risih atau kebingungan, yang bisa menyebabkan anak menjadi minder atau tidak percaya diri, sehingga memengaruhi perilakunya.

Fase usia anak yang mengalami perubahan fisik dan emosional ini sangat penting untuk diperhatikan. Termasuk konsekuensi yang harus mereka terima ketika sudah memasuki usia baligh, yaitu mereka sudah dituntut untuk mengerjakan perintah dan menjauhi larangan.

Pada usia baligh, taklif (pembebanan syariat) sudah ada di pundak mereka. Jika tidak dipersiapkan, mereka akan kewalahan dan kesulitan beradaptasi dengan usia di mana mereka sudah harus bertanggung jawab. Mengasah kedewasaan anak bukanlah pekerjaan sehari dua hari. Dengan mengenali masalah perubahan pada diri mereka, anak diharapkan siap menyongsong fase usia berikutnya, yaitu menjadi remaja hingga dewasa.

Pada usia pubertas, seiring dengan itu akan muncul dorongan seksual yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada jiwa manusia sebagai sebab kelangsungan hidup mereka, yaitu perkembangbiakan. Sudah muncul ketertarikan dan pemahaman terhadap lawan jenis.

Maka, di usia-usia seperti ini, Islam mulai memerintahkan perkenalan konsep pemisahan antara laki-laki dan perempuan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud)

Lihat juga: Memisahkan Tempat Tidur Anak

Pemahaman ini juga mencakup pemisahan kamar bagi laki-laki dan perempuan. Dorongan seksual adalah hal yang alami (natural) pada manusia, dan hal ini harus dipahami oleh orang tua. Sebab, jika dibiarkan tanpa bimbingan, ketertarikan kepada lawan jenis akan menjadi liar dan dapat menimbulkan banyak masalah, seperti pacaran dan hal-hal negatif lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan dorongan seksual pada waktu tertentu agar manusia dapat melanjutkan keturunan. Dorongan ini merupakan alat untuk berkembang biak, sehingga kehidupan di muka bumi dapat berlanjut dan melahirkan keturunan.

Dorongan seksual (nafsu) ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, nafsu bisa membawa manusia kepada kebinasaan dan kehancuran jika tidak dikendalikan. Namun, di sisi lain, nafsu juga diperlukan dalam hidup agar dapat berkembang biak dan melanjutkan kehidupan.

Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, dorongan seksual adalah fitrah yang tidak boleh dibunuh atau dihilangkan sama sekali. Menghilangkan dorongan seksual dapat membuat manusia kehilangan fitrahnya, dengan kemungkinan menjadi tertarik kepada sesama jenis, atau sama sekali tidak tertarik kepada lawan jenis maupun sesama jenis, sehingga memilih hidup menyendiri, mengebiri diri, atau membujang sampai mati.

Tindakan mengebiri diri hingga tidak memiliki anak keturunan tidak diinginkan dan dilarang dalam Islam, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dorongan seksual adalah fitrah yang harus dijaga. Sama seperti makan, dorongan seksual itu perlu bagi manusia, tetapi jika tidak bisa dikendalikan dan disikapi dengan baik, ia bisa menjadi awal bencana dan malapetaka.

Maka, bimbingan orang tua sangat diharapkan agar anak dapat menyikapi dorongan ini dengan bijak dan benar. Diketahui melalui hadits, ada orang yang bertekad untuk tidak menikah selama-lamanya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam justru mengecamnya dan bersabda:

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Barang siapa yang membenci sunahku, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55810-urgensi-pendidikan-seksual-untuk-remaja/